Kupu-kupu cantik,

Rabu, 03 Oktober 2012

Seputar Rupture Perineum...



            Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target Millennium Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007)
            Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu adalah infeksi pada masa nifas dimana infeksi tersebut berawal dari ruptur perineum. Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya rupture spontan maupun episiotomi perineum yang dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat (Prawirohardjo, 2005).
            Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. (Hilmy,  dalam http://stikesharapanmama.blogspot.com, 2010).
            Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 40 % diantaranya mengalami rupture perineum (Heimburger, dalam http://stikes harapanmama.blogspot.com, 2009). Di Asia rupture perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di Asia (Campion, dalam http://stikes harapanmama.blogspot.com, 2009). Prevalensi ibu bersalin yang mengalami rupture perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia  32 –39 tahun sebesar 62 %.
            Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009–2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami rupture perineum akan meninggal dunia dengan 21,74% (Siswono, dalam http://stikesharapanmama.blogspot.com, 2003 )
            Dampak dari terjadinya rupture perineum pada ibu antara lain terjadinya infeksi pada luka jahitan dimana dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Manuaba, 1998).
            Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian persalinan dan evaluasi kasus ruptur di RS Hasan Sadikin dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus ruptur di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1: 996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, sedangkan di 3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Maka dari itu dapat disimpulkan, kasus ruptur perineum memberi dampak yang negatif baik pada ibu maupun bayi (Farmacia, 2007).
            Beberapa faktor penyebab terjadinya rupture perineum terdiri atas faktor ibu seperti: usia, paritas, partus presipitatus, ibu yang tidak mampu berhenti mengejan, partus yang diselesaikan dengan buru-buru, edema dan kerapuhan perineum, varises vulva, arkus pubis yang sempit sehingga kepala terdorong kebelakang dan   episiotomi  yang sempit, dan faktor janin antara lain: bayi besar, kelainan presentasi, kelahiran bokong, distosia bahu (Oxorn, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar